COPD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis
kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)
Tetapi dalam suatu Negara, yang
termasuk didalam COPD adalah emfisema paru- paru dan Bronchitis Kronis. Nama
lain dari COPD adalah "Chronic obstructive airway disease " dan "ChronicObstructive
Lung Diseases (COLD)"
Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal
sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran
udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya
menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat)
ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau gas
beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama
sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.
B.
Etiologi
1.
Asap rokok
Perokok
aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik,
abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang
tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD(Chronic Obstructive Pulmonaly
Diseases) bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai
merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut
merokok.Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat
mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh
partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan
paru-paru “terbakar”.Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor
resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan
perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem
imun dari janin tersebut.
2.
Polusi tempat kerja
(bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3.
Indoor Air
Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir
3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun
bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan
untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki tanggung jawab
besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang
kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak
setiap tahunnya.
4.
Polusi di luar
ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.
5.
Infeksi saluran
nafas berulang
6.
Jenis kelamin
Dahulu,
COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu,
lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi
pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola
dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita
lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.
7.
Status sosio
ekonomi dan status nutrisi
8.
Asma
9.
Usia
C.
Patofisiologi
Faktor resiko utama dari COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen
asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan
atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan
dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat.
Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan
akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang
terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.
Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan
demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di
dalam paru dan saluran udara kolaps. Ada beberapa karakteristik inflamasi yang
terjadi pada pasien COPD, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen
saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan
parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal
ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.
D.
Manifestasi
Klinik
Gejala-gejala umum COPD yaitu:
·
Denyut jantung
abnormal
·
Sesak napas
·
Henti nafas atau
nafas tidak teratur dalam aktivitas sehari-hari.
·
Kulit, bibir atau
kku menjadi biru.
·
Batuk menahun, atau
disebut juga 'batuk perokok' (smoker cough)
·
Batuk berdahak
(batuk produktif)
·
Riwayat merokok
atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
·
Riwayat terpajan
zat iritan yang bermakna di tempat kerja
·
Riwayat penyakit
emfisema pada keluarga
·
Terdapat faktor
predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
·
Batuk berulang
dengan atau tanpa dahak
·
Sesak dengan atau
tanpa bunyi mengi (ngik-ngik)
E.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologist
2. Analisis Gas Darah
Pada
bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang
kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia.
Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus
bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan
yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III,
dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
F.
Penatalaksanaan
Medis
1.
Tata laksana PPOK
stabil
a.
Terapi farmakologis
1)
Bronkodilator
a)
Secara inhalasi
(MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau
b)
Rutin (bila gejala
menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)
c)
Golongan :
·
Agonis -
fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol
·
Antikolinergik:
ipratropium bromid, oksitroprium bromid
·
Metilxantin:
teofilin lepas lambat, bila kombinasi steroid belum memuaskan
d)
Dianjurkan
bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi
2)
Steroid
a)
PPOK yang
menunjukkan respon pada uji steroid
b)
PPOK dengan VEP1<
50% prediksi (derajat III dan IV)
c)
Eksaserbasi akut
3)
Obat-obat tambahan
lain
a)
Mukolitik
(mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol iodida
- Antioksidan :
N-Asetil-sistein
- Imunoregulator
(imunostimulator, imunomodulator): tidak ruti
- Antitusif : tidak
rutin
- Vaksinasi :
influenza, pneumokokus
b.
Terapi non
farmakologis
1)
Rehabilitasi :
latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial
2)
Terapi oksigen
jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD.
a)
PaO2<
55 mmHg, atau SO2< 88% dengan atau tanpa hiperkapnia
b)
PaO2
55-60 mmHg, atau SaO2< 88% disertai hipertensi pulmonal, edema
perifer karena gagal jantung, polisitemia.
Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen
harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi
hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central
yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang
menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam
darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang
relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila
PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa
ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat
rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat
mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan
oksigen pada pasien PPOK
3)
Nutrisi
4)
Pembedahan: pada
PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau gerakan mekanik paru)
2.
Tata laksana PPOK
berdasarkan derajat
DERAJAT
|
KARAKTERISTIK
|
REKOMENDASI
PENGOBATAN
|
|
Semua derajat
|
v Hindari faktor pencetus
v Vaksinasi influenza
|
||
Derajat I (PPOK Ringan)
|
VEP1 / KVP
< 70 %
VEP1³ 80% Prediksi
|
a.Bronkodilator kerja singkat
(SABA, antikolinergik kerja pendek) bila perlu
b.Pemberian antikolinergik
kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
|
|
Derajat II
(PPOK sedang)
|
VEP1 / KVP
< 70 %
50% VEP1
80% Prediksi dengan atau tanpa gejala
|
1. Pengobatan reguler dengan
bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
|
Kortikosteroid inhalasi bila
uji steroid positif
|
Derajat III
(PPOK Berat)
|
VEP1 / KVP <
70%;
30%
VEP 1 50% prediksi Dengan atau tanpa
gejala
|
1. Pengobatan reguler
dengan 1 atau lebih bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b.LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
|
Kortikosteroid inhalasi bila
uji steroid positif atau eksaserbasi berulang
|
Derajat IV
(PPOK sangat berat)
|
VEP1 / KVP <
70%; VEP1 < 30% prediksi atau gagal nafas atau gagal jantung kanan
|
1.Pengobatan reguler dengan 1
atau lebih bronkodilator:
a.Antikolinergik
kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b.LABA
c. Pengobatan
komplikasi
d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau
eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi
3.Terapi oksigen jangka
panjang bila gagal nafas
pertimbangkan terapi bedah
|
3.
Tata laksana PPOK
eksaserbasi
Penatalaksanaan
PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis
4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila
infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H
influenzae, M catarrhalis).
·
Terapi eksaserbasi
akut di rumah sakit:
a.
Terapi oksigen
terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
b.
Bronkodilator:
inhalasi agonis b2 (dosis &
frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: +
aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)
c.
Steroid:
prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M
catarrhalis.
d.
Ventilasi mekanik
pada: gagal akut atau kronik
·
Indikasi rawat inap
:
a.
Eksaserbasi sedang
dan berat
b.
Terdapat
komplikasi
c.
Infeksi saluran
napas berat
d.
Gagal napas akut
pada gagal napas kronik
e.
Gagal jantung kanan
·
Indikasi rawat ICU
:
Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat
darurat atau ruang rawat.
a.
Kesadaran menurun,
letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi
b.
Setelah pemberian
oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2> 50 mmHg
memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
G.
Asuhan
Keperawatan
Kasus
:
Ny. H masuk ke instalasi rawat
inap suatu Rumah Sakit swata dengan keluhan batuk dengan sputum putih (mukoid),
sesak nafas (takipnea). Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil: pernapasan
pursed lis, dada emfisemtous (barrel chest), pelebaran sela costae, hipertrofi
otot bantu pernapasan, bunyi nafas veskuler tapi melemah, ekspirasi memanjang,
bunyi jantung menjauh, terdapat ronkhi dan wheezing, tampilan fisiknya pink
puffer, Ny. H mengatakan punya penyakit asma dan pernah didiagnosa dokter
menderita bronkitis kronis lebih kurang satu tahun yang lalu.
Analisa Data:
DS :
·
Pasien mengeluh batuk
·
Pasien mengeluh sesak nafas
·
Pasien mengeluh banyak dahak
·
Pasien mengeluh nafas cepat dan dangkal
DO
:
·
Adanya sputum putih
·
Pernafasan pursid
lis
·
Dada emfisemtous
·
Pelebaran sela iga
·
Hipertrofi otot
bantu nafas
·
Napas vesikuler
tapi lemah
·
Ekspirasi memanjang
·
Bunyi jantung
menjauh
·
Terdapat ronkhi dan
wheezing
·
Fisik pink puffer
·
RR : 26 kali/menit
·
HR : 96 kali/menit
·
Menggunakan otot
bantu pernafasan
·
Di temukan sianosis
·
Akral dingin
Diagnosa
a.
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas b.d penumpukan secret ditandai dengan:
DS :
·
Pasien mengatakan
banyak dahak
·
Pasien mengatakan
sesak nafas
DO
:
·
Adanya sputum putih
·
Pernafasan pursid
lis
·
Dada emfisemtous
·
Pelebaran sela iga
·
Hipertrofi otot
bantu nafas
·
Terdapat ronkhi dan
wheezing
·
HR : 96 kali/menit
·
RR : 26 kali/menit
b.
Ketidakefektifan
pola nafas b.d obstruksi trachea ditandai dengan :
DS :
·
Pasien mengeluh
sesak nafas
·
Pasien mengeluh
nafas cepat dan dangkal
DO :
·
Hipertrofi otot
bantu nafas
·
RR : 26 kali/menit
c.
Gangguan pertukaran
gas b.d penumpukan cairan dalam rongga alveoli
ditandai dengan :
DS :
·
Pasien mengeluh sesak nafas
DO :
·
Bunyi jantung
menjauh
·
Terdapat ronkhi dan
wheezing
·
Fisik pink puffer
·
Menggunakan otot
bantu pernafasan
·
Akral dingin
d.
Risiko gangguan perfusi
jaringan b.d gangguan pertukaran gas. Faktor resiko :
·
Fisik pink puffer
·
Menggunakan otot
bantu pernafasan
·
Di temukan sianosis
Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Tujuan
:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi :
Kriteria
Hasil:
·
Pasien tidak
mengeluh sesak napas dan mempunyai jalan napas yang paten
·
Pasien tidak
mengeluh adanya dahak dan mampu mengeluarkan sekret secara efektif.
·
Mempunyai irama dan
frekuensi pernapasan dalam rentang normal
·
Mempunyai fungsi
paru dalam batas normal
Intervensi
:
1)
Ajarkan pada pasien
cara batuk efektif
2)
Kaji dan pantau
frekuensi napas dan irama napas
3)
Berikan posisi
nyaman pada pasien
4)
Ajarkan pada pasien
perubahan sekret( bau, warna)
5)
Kolaborasi
pemberian oksigen
6)
Kolaborasi
pemberian obat sesuai indikasi, bantu pengobatan pernapasan.
Implementasi Keperawatan
Tanggal/ jam
|
Catatan Tindakan
|
Paraf
|
20- 09- 2016
09.00WIB
13.00WIB
15.00WIB
|
- Mengajarkan pasien cara batuk efektif ( menarik nafas
dalam, lalu segera membatukkan dengan sekuat tenaga dan dengan posisi duduk)
- Mengkaji keadaan pernapasan ( irama napas, frekuensi
pernapasan, dan keadaan sputum) RR : 16-24 x/menit
- Mengatur posisi semi fowler
- Memberikan terapi oksigen 1x/ menit
- Memberikan obat bronkodilator dan kortiosteroid
-Mengkaji keadaan pernapasan( irama napas, frekuensi
pernapasan dan keadaan sputum)
|
|
Evaluasi
Tanggal / jam
|
No. Ds
|
Evaluasi/ Catatan Perkembangan
|
Paraf
|
20 - 09 – 2016
15.00WIB
|
1
|
S : - Pasien
tidak mengeluh sesak napas
-Pasien
tidak mengeluh adanya dahak dan mampu mengeluarkan sekret secara efektif.
O : - frekuensi pernapasan pasien normal
-Keadaan umum terlihat membaik
- pasien tampak mampu batuk dan mengeluarkan sekret
- suara napas masih membenih
A : -Terjadi peningkatan kemampuan batuk, masalah
teratasi sebagian
P : - Lanjutkan pemantauan suara napas, dan kemampuan
batuk.
|
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal
sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran
udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya
menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat)
ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau gas
beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama
sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD)
merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis
kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)
Penyebab dari penyakit ini yaitu dari kebiasaan
sehari-hari seperti merokok, lingkungn yang tidak bersih, mempunyai penyakit
saluran pernfasan, dll. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan secara total
karena penyakit ini merupakan penyakit komplikasi seperti asma, emphiema,
bronkus kritis dll. Hanya saja akan berkurang secara bertahap apabila rutin
berkonsultasi dengan dokter, mengubah pola hidup sehari-hari dan sering
berolahraga.
B. Saran
DiharapankepadamahasiswasetelahselesaimembacamakalahinisAAupayadapatmemahami tentang COPD
Daftar Pustaka
Marilynn doenges. 1999. Rencana
asuhan keperawatan. Egc, Jakarta.
Aziz alimul hidayat.2008. Pengantar
kebutuhan dasar manusia. Salemba medika, Jakarta.
Jackson marilynn.2009. Clinical
nursing. Erlangga, Jakarta.
Riyanto BS, Hisyam B.2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar