Senin, 08 Mei 2017

COPD




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.     Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)
Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam COPD adalah emfisema paru- paru dan Bronchitis Kronis. Nama lain dari COPD adalah "Chronic obstructive airway disease " dan "ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)"
Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat)  ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.

B.     Etiologi
1.       Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD(Chronic Obstructive Pulmonaly Diseases) bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”.Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
2.      Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3.      Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya.
4.      Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.
5.      Infeksi saluran nafas berulang
6.      Jenis kelamin
Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.
7.      Status sosio ekonomi dan status nutrisi
8.      Asma
9.      Usia

C.    Patofisiologi
Faktor resiko utama dari COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.

D.    Manifestasi Klinik
Gejala-gejala umum COPD yaitu:
·         Denyut jantung abnormal
·         Sesak napas
·         Henti nafas atau nafas tidak teratur dalam aktivitas sehari-hari.
·         Kulit, bibir atau kku menjadi biru.
·         Batuk menahun, atau disebut juga 'batuk perokok' (smoker cough)
·         Batuk berdahak (batuk produktif)
·         Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
·         Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
·         Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
·         Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
·         Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
·         Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi (ngik-ngik)

E.     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1.      Pemeriksaan radiologist
2.      Analisis Gas Darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
3.      Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4.      Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5.      Laboratorium darah lengkap

F.     Penatalaksanaan Medis
1.      Tata laksana PPOK stabil
a.        Terapi farmakologis
1)      Bronkodilator
a)      Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau
b)      Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)
c)      Golongan :
·         Agonis -  fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol
·         Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid
·         Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi steroid belum memuaskan
d)     Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis   bronkodilator monoterapi
2)      Steroid
a)      PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid
b)      PPOK dengan VEP1< 50% prediksi (derajat III dan IV)
c)      Eksaserbasi akut

3)      Obat-obat tambahan lain
a)      Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol iodida
- Antioksidan : N-Asetil-sistein
- Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak ruti
- Antitusif : tidak rutin
- Vaksinasi : influenza, pneumokokus

b.      Terapi non farmakologis
1)      Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial
2)      Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD.
a)      PaO2< 55 mmHg, atau SO2< 88% dengan atau tanpa hiperkapnia
b)      PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2< 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia.
Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau  secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK
3)      Nutrisi
4)      Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau gerakan mekanik paru)
2.      Tata laksana PPOK berdasarkan derajat
DERAJAT
KARAKTERISTIK
REKOMENDASI PENGOBATAN
Semua derajat
v   Hindari faktor pencetus
v   Vaksinasi influenza
Derajat I (PPOK Ringan)
VEP1  / KVP < 70 %
VEP1³ 80% Prediksi
a.Bronkodilator kerja singkat (SABA, antikolinergik kerja pendek) bila perlu
b.Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
Derajat II
(PPOK sedang)
VEP1  / KVP < 70 %
50%  VEP1  80% Prediksi dengan atau tanpa gejala
1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator:
   a.  Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
   b. LABA
   c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif
Derajat III
(PPOK Berat)
VEP1 / KVP < 70%;
30%      VEP 1     50% prediksi Dengan atau tanpa gejala
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:
   a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
   b.LABA
  c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif atau eksaserbasi berulang
Derajat IV
(PPOK sangat berat)
VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi atau gagal nafas atau gagal jantung kanan
1.Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:
   a.Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
   b.LABA
   c. Pengobatan komplikasi
   d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi
3.Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas
pertimbangkan terapi bedah

3.      Tata laksana PPOK eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).
·         Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:
a.       Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
b.      Bronkodilator: inhalasi agonis b2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)
c.       Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.
d.      Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik
·         Indikasi rawat inap :
a.       Eksaserbasi sedang dan berat
b.      Terdapat  komplikasi
c.       Infeksi saluran napas berat
d.      Gagal napas akut pada gagal napas kronik
e.       Gagal jantung kanan

·         Indikasi rawat ICU :
Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.
a.       Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi
b.      Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2> 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

G.    Asuhan Keperawatan
Kasus :
Ny. H masuk ke instalasi rawat inap suatu Rumah Sakit swata dengan keluhan batuk dengan sputum putih (mukoid), sesak nafas (takipnea). Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil: pernapasan pursed lis, dada emfisemtous (barrel chest), pelebaran sela costae, hipertrofi otot bantu pernapasan, bunyi nafas veskuler tapi melemah, ekspirasi memanjang, bunyi jantung menjauh, terdapat ronkhi dan wheezing, tampilan fisiknya pink puffer, Ny. H mengatakan punya penyakit asma dan pernah didiagnosa dokter menderita bronkitis kronis lebih kurang satu tahun yang lalu.
Analisa Data:
DS :
·         Pasien mengeluh batuk
·         Pasien mengeluh sesak nafas
·         Pasien mengeluh banyak dahak
·         Pasien mengeluh nafas cepat dan dangkal
DO :
·         Adanya sputum putih
·         Pernafasan pursid lis
·         Dada emfisemtous
·         Pelebaran sela iga
·         Hipertrofi otot bantu nafas
·         Napas vesikuler tapi lemah
·         Ekspirasi memanjang
·         Bunyi jantung menjauh
·         Terdapat ronkhi dan wheezing
·         Fisik pink puffer
·         RR : 26 kali/menit
·         HR : 96 kali/menit
·         Menggunakan otot bantu pernafasan
·         Di temukan sianosis
·         Akral dingin
Diagnosa
a.       Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan secret ditandai dengan:
DS :
·         Pasien mengatakan banyak dahak
·         Pasien mengatakan sesak nafas
DO :
·         Adanya sputum putih
·         Pernafasan pursid lis
·         Dada emfisemtous
·         Pelebaran sela iga
·         Hipertrofi otot bantu nafas
·         Terdapat ronkhi dan wheezing
·         HR : 96 kali/menit
·         RR : 26 kali/menit

b.      Ketidakefektifan pola nafas b.d obstruksi trachea ditandai dengan :
DS :
·         Pasien mengeluh sesak nafas
·         Pasien mengeluh nafas cepat dan dangkal
DO :
·         Hipertrofi otot bantu nafas
·         RR : 26 kali/menit

c.       Gangguan pertukaran gas b.d penumpukan cairan dalam rongga alveoli ditandai dengan :
DS :
·         Pasien mengeluh sesak nafas
DO :
·         Bunyi jantung menjauh
·         Terdapat ronkhi dan wheezing
·         Fisik pink puffer
·         Menggunakan otot bantu pernafasan
·         Akral dingin


d.      Risiko gangguan perfusi jaringan b.d gangguan pertukaran gas. Faktor resiko :
·         Fisik pink puffer
·         Menggunakan otot bantu pernafasan
·         Di temukan sianosis

Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam ketidakefektifan bersihan  jalan nafas teratasi :
Kriteria Hasil:
·         Pasien tidak mengeluh sesak napas dan mempunyai jalan napas yang paten
·         Pasien tidak mengeluh adanya dahak dan mampu mengeluarkan sekret secara efektif.
·         Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
·         Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
Intervensi :
1)      Ajarkan pada pasien cara batuk efektif
2)      Kaji dan pantau frekuensi napas dan irama napas
3)      Berikan posisi nyaman pada pasien
4)      Ajarkan pada pasien perubahan sekret( bau, warna)
5)      Kolaborasi pemberian oksigen
6)      Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, bantu pengobatan pernapasan.







Implementasi Keperawatan
Tanggal/ jam
Catatan Tindakan
Paraf
20- 09- 2016
09.00WIB




13.00WIB



15.00WIB
- Mengajarkan pasien cara batuk efektif ( menarik nafas dalam, lalu segera membatukkan dengan sekuat tenaga dan dengan posisi duduk)
- Mengkaji keadaan pernapasan ( irama napas, frekuensi pernapasan, dan keadaan sputum) RR : 16-24 x/menit

- Mengatur posisi semi fowler
- Memberikan terapi oksigen 1x/ menit
- Memberikan obat bronkodilator dan kortiosteroid

-Mengkaji keadaan pernapasan( irama napas, frekuensi pernapasan dan keadaan sputum)


Evaluasi
Tanggal / jam
No. Ds
Evaluasi/ Catatan Perkembangan
Paraf
20 - 09 – 2016
15.00WIB
1
S : - Pasien tidak mengeluh sesak napas
     -Pasien tidak mengeluh adanya dahak dan mampu mengeluarkan sekret secara efektif.

O : - frekuensi pernapasan pasien normal
-Keadaan umum terlihat membaik
- pasien tampak mampu batuk dan mengeluarkan sekret
- suara napas masih membenih

A : -Terjadi peningkatan kemampuan batuk, masalah teratasi sebagian

P : - Lanjutkan pemantauan suara napas, dan kemampuan batuk.








BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
     Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat)  ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.
      Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)
     Penyebab dari penyakit ini yaitu dari kebiasaan sehari-hari seperti merokok, lingkungn yang tidak bersih, mempunyai penyakit saluran pernfasan, dll. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan secara total karena penyakit ini merupakan penyakit komplikasi seperti asma, emphiema, bronkus kritis dll. Hanya saja akan berkurang secara bertahap apabila rutin berkonsultasi dengan dokter, mengubah pola hidup sehari-hari dan sering berolahraga.


B.       Saran
DiharapankepadamahasiswasetelahselesaimembacamakalahinisAAupayadapatmemahami tentang COPD

                       


Daftar Pustaka
Marilynn doenges. 1999. Rencana asuhan keperawatan. Egc, Jakarta.
Aziz alimul hidayat.2008. Pengantar kebutuhan dasar manusia. Salemba medika, Jakarta.
Jackson marilynn.2009. Clinical nursing. Erlangga, Jakarta.
Riyanto BS, Hisyam B.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, Jakarta.
Wilkinson judith, Nancy R. Ahren. 1988. Diagnosa keperawatan edisi 9. EGC, Jakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ELEKTROKARDIOGRAM BAB II TINJAUAN TEORITIS A.              Definisi Elektrokardiogram (EKG) atau electrocardiogram (ECG) adal...